masni

Saya adalah siswa kelas sagusabu Kota Pariaman dibimbing oleh Ibu Istiqomah,S.Pd.M.Pd Ini adalah sepenggal tulisan saya saat belajar dikelas Membaca Membaca ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Biografi


Saya adalah siswa kelas sagusabu Kota Pariaman dibimbing oleh Ibu Istiqomah,S.Pd.M.Pd

Ini adalah sepenggal tulisan saya saat belajar dikelas

Membaca

Membaca adalah salah satu keterampilan dalam berbahasa. Dalam membaca kita mengeja beberapa rangkaian kata. Dari rangkaian kata kita akan mendapatkan ide ide atau informasi yang terdapat dalam sebuah teks bacaan.

Sebagai seorang guru bahasa kita tak luput dari bagaimana cara kita mengajarkan anak membaca, bagai mana anak bisa menarik untuk membaca, bagaimana anak bisa menangkap informasi informasi dari teks yang mereka membaca.

Kalau diperhatikan generasi milineal sekarang mungkin lebih dari 50% dari mereka tidak suka membaca. Saat ini kita sangat sulit mengajak anak untuk membaca. Bagi seorang guru bahasa keaadaan seperti ini merupakan petaka besar dalam proses belajar mengajar. Tidak akan sukses sebuah pembelajaran bahasa apabila peserta dididk nya tidak suka membaca.

Untuk membentuk anak anak suka membaca , sebenarnya harus sudah tertanam dalam diri anak anak dari kecil dan dimulai dari rumah. Keluaraga dirumah memiliki peran penting dalam memotivasi anak untuk mau membaca.

Sebagai orang tua di rumah harus kita pikirkan cari jalan bagaiman anak supaya rajin membaca pada zaman sekarang. Kalau kita menoleh ke era tahun 70 an mungkin bisa kita ambil sebagai contoh cara yang dijalankan oleh orang tua kita di zaman itu.

Teringat aku pada zaman itu sebagai seorang anak yang lahir ditahun 1970an…………

“ Sore yang indah saat aku sedang bermain di halaman bersama teman sama besar ,berkejar kejaran, walau sudah berlarian kian kemari,badan udah mandi keringat tapi tak pernah tearasa bahkan terbayang pun tidak rasa lelah. Saat enak bermain itulah orang tua datang memanggil dan mengajak pulang.

“yuk pulang “, kata ibuku ….Udah shalat Ashar?”, lanjut nya.

“ belum”, jawabku dengan tersenyum malu.

Pada jam ini aku sudah dibiasakan langsung mandi dan shalat walaupun itu sudah dianggap terlambat. Shalatnya udah tidak tepat waktu lagi.

Pada jam inilah orang tuaku menggunakan waktunya lebih kurang 1 jam dari jam lima sampai jam enam mengajar saya membaca. Dia mendampingi saya membaca sebuah majalah anak anak saat itu. Majalah bobo yang dibelikan oleh kakakku setiap terbit , kebetulan kakakku bekerja di kota Padang dan setiap dia pulang kampong selalu membelikan saya majalah itu.

“Kalau majalah ini dibaca sampai tamat kakak akan belikan satu lagi”, katanya dengan nada menantang aku.

Aku dibelikan majalah ini belum masuk SD…. Masih suka melihat lihat gambar majalah yang warna warni saja, namun disinilah peran buyaku (panggilan ayah pada saat itu). Sambil melihat lihat gambar dia mulai memperkenalkan huruf satu demi satu….setiap hari.

Mulai dari huruf D yang ada pada “DENI MANUSIA IKAN”. Perlahan tanpa terasa dengan jangka waktu satu minggu saya sudah bisa mengeja satu persatu, terbata bata, tetapi buyaku dengan sabar mendampigiku membaca. Semakin lancer membaca semakin menarik rasanya untuk membaca cerita demi cerita. Kegiatan membaca itusemuanya dilakukan dengan suara lantang. Majalah bobo yang dibelikan kakakku yang pertama ini selesai dibaca selama satu bulan.

Tantangan kakakku sudah terjawab, datanglah satu majalah baru lagi. Setiap majalah selaiu kubaca pada jam yang sama. Dari jam 5 sampai jam 6 pada sore hari. Satu jam sehari aku membaca tanpa rasa terpaksa dan bahkan itu amat menyenangkan, hingga akhirnya saat masuk SD aku sudah bisa membaca .

Dari pengalaman ini barangkali ada yang bisa kita ambil sebagai salah satu contoh bagaimana kita sebagai orang tua bisa membuat anak kita menjadi suka membaca walaupun itu membaca yang menghibur berupa majalah , novel ataupun Koran.

Sekarang kita sebagai orang tua bagaimana kita bisa menyediakan waktu membaca….

Aku tertarik dengan seorang sepupuku yang tinggal dirumah bersama dengan keluargaku. Saya salut dengan caranya membagi waktu dalam hidupnya walaupun dia adalah seorang yang super sibuk. Waktu shalat adalah jadwal yang sangat cocok untuk membagi kegiatan kita sehari hari.

Masih diera70an…

“Banguuuunnn…banguuunnn…..”, teriak sepupuku ini…”subuuuuhhh… orang sudah shalawat tu dimesjid”, kata nya sambil menepuk kakiku… aku tersentak. Dengan rasa agak malas malasan aku duduk. Sedangkan kakak sepupuku itu sudah bergegas ke kamar mandi dan langsung mandi dan mengambil air wudhu’. Dia sudah kelihatan bersih dan rapi diwaktu subuh itu dan langsung ke mesjid…kebetulan rumah kami dekat sekali dengan mesjid raya .

Walaupun bisikan malas ada yang berbisik bisik ditelingaku, namun karena tertarik melihat kakak sepupu tadi yang sudah bersih dan kinclong dipagi hari, akupun ,yang saat itu masih belum sekolah kira kira masih 5tahunan, pun ikut melakukan apa yang dilakukan kakak itu. Aku pergi kekamar mandi langsung mandi dan berwudhu’ seperti dia walaupun Imam dimesjid sudah takbir aku baru lari menuju mesjid, Akhirnya aku punya kesempatan juga untuk ikut shalat berjamaah di mesjid.

Setelah shalat kami langsung pulang. Kakak sepupuku langsung mengambil Al Quran dan membacanya. Sebentar saja …satu halaman saja…setelah itu dia mengambil buku dan membacanya , kalau saya perhatikan jarum jam, dia akan membaca sampai jarum pendek berada pada angka enam dan jarum panjangnya tegak lurus menunjuk angka duabelas.

Sebagai anak yang baru berumur 5 tahun aku hanya meniru niru saja ambil juz amma

“alif..baa..taa..sa… ja..shadakallahulaziiiimmm” mengajinya rada rada terburu buru ,mau cepat selesai saja.yang dibayangkan saat membaca huruf huruf jahiyah itu hanyalah kepingin cepat ikut membaca… membaca majalah Bobo melanjutkan bacaan yang belum selesai”Oki dan Nirmala”. Begitulah kegiatan kakak sepupuku setiap hari diwaktu subah…..contoh yang menjadi guru bagiku dimasa kecilku yang membuat masa kecilku gemar membaca.

Dengan terbata bata aku lanjut membaca yang biasanya juga langsung tertidur dengan majalah bobo kesayangan ku itu. Pada saat itu anak seumuran aku tidak ada yang sekolah TK karena memang tidak ada TK dikampungku saat itu. Kerja kami hanya bermain dan bermain . tidak ada TV bahkan gadget pada saat itu.

Pagi pagi kedua orang tuaku sibuk dengan kegiatan masing masing, ibu di dapur menyiapkan sarapan pagi sekalian untuk makan siang, Ayah sibuk di kandang ayam memberi makan ayam, membersihkan kandang, ayahku sangat suka memelihara binatang ternak. Setelah menyelesaikan ayam dia akan mengurus dan memandikan burung burung perkututnya yang ada kira kira enam sangkar saat itu, setelah itu pindah ke seekor sapi yang dia tambangkan dibelakang rumah, memberi makannya, membersihkan kandangnya. Biasanya kedua orang tua ku akan sama sama selesai dari pekerjaanya masing masing tepat jam 9.00.Ibu selesai memasak ayah selesai mengurus hewan ternaknya.`

Pekerjaan selanjutnya adalah pergi ke sawah

“Hai bangun”, kata ibu dengan lembut.

”Uni dengan buya berangkat kesawah lagi ya”, lanjutnya.

“Kamu pergi kerumah si Tina aja ya”, jangan lupa bawa nasi ”, katanya mengingatkan.

Aku biasanya dititipkan di rumah tetangga saat kedua orang tuaku pergi ke sawah. Tetanggaku itu memiliki seorang anak yang sama besar denganku., namanya Tina. Di rumah Tinalah aku menunggu ibuku sampai mereka kembali kerumah lagi. Aku menunggu ibuku dirumah Tina sambil bermain main, main dong yaitu satu orang bertugas mencari beberapa kawan yang bersembunyi yang disebut dengan “tukang pinteh”. Si tukang pinteh akan mencari kawan yang bersembunyi. Setiap menemukan kawan yang bersembunyi si tukang pinteh harus lari ke pos nya dengan meneriakkan nama kawan yang dia temukan dan donggggg…si net...ndoonngggg….sitina ndonggg…”. Berlari….ketawa…dan tidak terasa hari sudah siang.

“Oiiiii balari ka balari sajo karajo kalian”, ibu Tina memanggil. “Makanlai”, lanjutnya.

Ibu Tina sudah menyoraki kami untuk makan . Kami berhenti main dan lari pulang ke rumah Tina. Langsung cuci tangan. Saya ambil bekal nasi yang dari rumah tadi.

“Mai mau daging ?” kata Emak Tina.

Aku mengangguk, karena tak pernah menolak kalau dikasih orang, itu adalah rezki.

hmmmm…

Kami makan bersama, abak, emak Tina, Imran, si Sur adik si Tina, alangkah enak makan pada saat itu.

Setelah makan kami disuruh mengambil air wudhu’ dan pergi ke mesjid. Rumah Tina agak jauh dari mesjid kalau dibandingkan dengan rumahku. Jadi kami harus berlari supaya bisa ikut shalat berjamaah.

Setelah selesai shalat, Emak Tina sudah menyediakan “sala lauak” , sejenis gorengan yang terbuat dari tepung yang dikasih bumbu seperti, cabe, bawang merah, bawang putih, garam, kunyit, laos dan jahe, kemudian diaduk dengan air panas mendidih, setelah itu di bulat bulatkan seperti bola pimpong kemudian digoreng.

Temanku Tina selalu pergi menjajakan gorengan ini sekeliling kampong dengan meneriakkan “ bali sala buleeekkk”….aku pun turut bergantian meneriakan kata kata yang sama….kami bersahut sahutan. Sangat menyenangkan sekali.

“Salaaa”, seorang anak memanggil kami

“ Lima kak”. Katanya.

Dengan sigap aku mengambil empat sala dan membungkusnya dengan daun, kala itu tidak ada kantong untuk membungkus, yang ada hanya “daun kerisik” yaitu daun pisang yang telah kering.

“Ini dek”, kataku sambil menyodorkan sala yang sudah dibungkus itu.

“Berapa?”, katanya.

“Satali” jawabku.

“Satali” adalah sama dengan Rp25,- sebuah uang koin logam kecil.

Bahagianya dagangan udah laku. Kami berkeliling lagi sambil meneriakkan salaaa….. beli salaaa…. sampai akhirnya jam 3.00 habis atau tidak kami harus kembali pulang ke rumah. Tetapi dagangan kami ini jarang yang berlebih , tetap laris….alhamdulillah…

Begitulah di era 70han itu, orang tua mendidik langsung dengan pengalaman disuruh jualan tapi tidak mengganggu waktu bermain kami. Kami sudah diajar berbisnis dimasa kecil dengan cara yang sederhana tapi sangat menyenangkan.

search

New Post